Tugas bahasa adalah Kumpulan Puisi, Cerpen, Novel, Bahasa Sunda dan lain lain


Kamis, 26 Maret 2020

Menemukan Hal-hal Menarik dari Dongeng

| Kamis, 26 Maret 2020


Menemukan Hal-hal Menarik dari Dongeng
Dongeng merupakan salah satu bentuk karya sastra yang berfungsi untuk menghibur, di dalamnya juga mengandung unsur pendidikan terutama pendidikan moral.


Pengertian Dongeng
Dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh). Setiap anak pasti senang jika mendengarkan dongeng karena banyak hal menari dari dongeng tersebut. Hal-hal menarik dari sebuah dongeng terletak pada perubahan nasib pelakunya, konflik yang terjadi, dan amanat yang dapt diambil sebagai sebuah nilai didik. Dongen biasanya bersifat menghibur dan mengandung nilai pendidikan. Misalnya, pada dongeng Malin Kundang kalian akan terhibur dengan kesuksesan Malin Kundang yang bisa menjadi saudagar kaya raya, hidup mewah di kapal, dan mempunyai istri yang cantik. Selain menangandung hiburan, cerita malin Kundang juga mengandung pendidikan moral, yakni jika sudah menjadi orang yang berhasil janganlah menyia-nyiakan orang tua karena akan menjadi anak yang durhaka.

Pada dongeng terdapat Unsur-unsur intrinsik meliputi :


  1. Tema merupakan pokok pembicaraan yang mendasari tema.
  2. Plot/alur merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi dalam cerita.
  3. Penokohan dan perwatakan merupakan para pelaku cerita seserta sifat-sifat yang dimilikinya.
  4. Setting/latar merupakan tempat aspek sosial dan alat (tempat, waktu, dan suasana) terjadinya  peristiwa.
  5. Amanat merupakan pesan yang terkandung dalam cerita/dongeng.



Berdasarkan isiannya, dongeng terdiri dari atas 5 macam. Berikut ini macam-macam dongeng.

  1. Fabel, yaitu dongeng yang berisi tentang dunia binatang. Contohnya : Dongeng “Kancil dengan Buaya”, dan “Kancil Mencuri Mentimun”.
  2. Legenda, yaitu dongeng yang berhubungan dengan keajaiban alam, biasanya berisi tentang kejadian suatu tempat. Contoh : Dongeng “Rawa Pening”, dan “Terjadinya Danau Toba”.
  3. Mite, yaitu dongeng tentang dewa-dewa dan makhluk halus. Isi cerita tentang kepercayaan animisme. Contoh : Dongeng “Nyi Roro Kidul”.
  4. Sage, yaitu dongeng yang banyak mengandung unsur sejarah. Karena diceritakan dari mulut ke mulut, lama-kelamaan terdapat tambahan cerita yang bersifat khayal. Contoh : Dongeng “Jaka Tingkir”.
  5. Parabel, yaitu dongeng yang banyak mengandung nilai-nilai pendidikan atau cerita pendek dan sederhana yang mengandung ibarat atau hikmah sebagai pedoman hidup. Contoh : Dongeng “Si Malin Kudang”



Contong dongeng berjudul “Surat untuk Raja”
Surat untuk Raja
(Oleh : Tri Wiyono)

Ki Ageng mempunyai tiga orang murid, bernama Sarjana, Manggala, dan Prasaja. Masing-masing mempunyai kelebihan. Sarjana adalah murid yang paling pandai. Dia rajin membaca sehingga berwawasan luas. Manggala mahir bela diri dan memainkan senjata. Sementara Prasaja sangat sederhana, jujur, dan rajin bekerja. Ketiganya hidup rukun dan saling menyayangi.
Suatu hari, Ki Ageng mendapat surat dari Raja. Dalam surat itu Raja meminta Ki Ageng untuk mencari seoran pengawal untuknya. Selesai membaca surat, Ki Ageng segera memanggil ketiga muridnya.
“Murid-muridku, adakah di antara kalian yang berminat menjadi pengawal raja?” tanya Ki Ageng.
“Tentu saja, Bapa. Sudah lama saya ingin mengamalkan ilmu yang saya pelajari selama di sini,” kata Sarjana.
“Saya pun demikian, Bapa. Saya ingin mempraktikan ilmu silat yang saya kuasai dengan menjadi pengawal raja,” sambung Manggala.
Berbeda dari dua temannya. Prasaja tak segera menjawab. Ia hanya diam dan menunduk.
“Kenapa kau diam, Prasaja? Apakah kau tidak ingin menjadi pengawal raja?” tanya Ki Ageng sambil menatap Prasaja.
“Maaf Bapa, bukanya saya tak ingin, tapi apakah saya mampu menjadi Pengawal raja? Menggembala kambing saja saya kerepotan,: jawab Prasaja lugu.
Ki Ageng mengangguk-angguk.
“Baiklah, kalian bertiga berangkat ke kota raja. Temuilah Patih Kerajaan lalu berikan surat ini,” kata Ki Ageng seraya memberikan tiga gulungan daun lontar.
Esok harinya, berangkatlah ketiga murid Ki Ageng menuju Kota Raja. Sarjana dan Manggala memilih naik kuda agar cepat, sementara Prasaja lebih suka naik pedeti yang ditarik oleh lembu.
Dengan kecerdasan, Sarjana bisa menemukan jalan pintas sehingga bisa cepat sampai di Kota Raja. Demikian pula dengan Manggala.
Dengan ketangkasannya, Manggala memacu kudanya sehingga bisa lari dengan kencang. Sementara Prasaja dengan sabar menjalankan pedatinya. Sarjana tiba paling awal di Kota Raja. Dia segera menemui Patih Kerajaan untuk memberikan surat dari gurunya. Patih mengangguk-angguk ketika membacanya.
“Bagaimana, Gusti Patih? Apakah saya diterima menjadi pengawal raja:”
“Sabarlah, Sarjana. Baginda baru akan memberikan keputusannya pada saat bulan purnama nanti,” sahut Patih seraya mempersilakan Sarjana tinggal di peristirahatann.
“Kenapa harus menunggu sampai bulan purnama, Gusti Patih?” tanya Sarjana.
“Aku tidak tahu. Aku hanya menjalankan titah Raja,” sahut Patih.
Setelah Sarjana, tibalah Manggaladi Kota Raja. Ia pun segera memberikan surat titipan gurunya kepada sang Maha Patih. Jawabanya serupa diberikan kepada murid Ki Ageng tersebut.
Selama tinggal di peristirahatan, Sarjana dan Manggala sangat senang. Mereka dialyani oleh para dayang yang cantik jelita. Lama-lama mereka terlena dan melupakan tujuan mereka datang ke Kota Raja.
Prasaja dan pedatinya baru tiba di Kota Raja saat bulan purnama hampir tiba. Prasaja pun segera menemui Patih Kerajaan untuk memberikan surat yang dibawanya.
“Siapa namamu, anak muda? Tanya Patih.
“Hamba Prasaja, Gusti,” sahut Prasaja sambil tertunduk.
“Bagaimana kau bisa tahu kalau Raja akan memberikan keputusan untuk memilih pengawalnya pada saat bualan purnama?” tanya Maha Patih membuat Prasaja kebingungan.
“Apa maksud, Gusti Patih?”
“Ketahuilah Prasaja, kedua saudaramu sudah datang ke sini terlebih dahulu. Tapi ternyata mereka tidak tahan uji. Saat ini mereka lebih suka bersenang-senang dengan para dayang sehingga mereka lupa tujuan datang ke sini,” kata Maha Patih.
“Karena itu kaulah yang pantas menjadi pengawal raja.”
Ternyata benar kata Patih tersebut. Raja memilih Prasaja untuk menjadi pengawal pribadinya. Hal itu sesuai dengan isi daun lontar yang diberikan Ki Ageng kepada Raja. Surat itu berbunyi:
Baginda Raja, surat saya ini akan menunjukkan tabiat murid-murid saya, maka silakan Baginda memilih salah satu di antara mereka.
Prasaja terpilih karena dia sabar, tekun, dan bertanggung jawab.
(Sumber: Yunior, 18 Februari 2007)



Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar